Pada tanggal 17 Maret 2016, Bank Indonesia memangkas BI rate sebesar 25 bps dari yang tadinya 7% menjadi 6,75%. Hal ini sudah terjadi tiga kali penurunan secara beruntun dalam tiga bulan terakhir ini. Dalam tiga bulan terakhir BI rate dipangkas 0,25% pada setiap bulan. Pada bulan Maret ini BI rate resmi dipangkas menjadi 6,75% dengan deposite facility sebesar 4,75% dan lending facility sebesar 7,25% dan akan mulai berlaku pada tanggal 18 Maret 2016. Penurunan BI rate ini akan berdampak positif untuk pasar saham dan perekonomian.
![]() |
Pada Bulan Maret ini BI Rate Turun dari 7% Menjadi 6,75% |
Pertumbuhan ekonomi
dunia pada tahun 2016 dan 2017 diperkirakan lebih lambat dari perkiraaan
sebelumnya, dengan pemulihan ekonomi yang belum kuat di sejumlah negara maju
dan perlambatan ekonomi di negara berkembang. Masih lemahnya prospek
perekonomian dan rendahnya inflasi di Eropa dan Jepang, mendorong Bank Sentral
Eropa (ECB) dan Bank Sentral Jepang (BoJ) terus melanjutkan pelonggaran
kebijakan moneter, baik melalui injeksi likuiditas maupun kebijakan suku bunga
negatif. Bank Sentral Tiongkok (PBoC) menurunkan rasio giro wajib minimum untuk
tetap mendorong perekonomiannya yang terus melambat. Sementara itu, Bank
Sentral AS (Fed) mempertahankan target suku bunga Fed Fund Rate (FFR) sebesar
0.25-0.50% pada tanggal 16 Maret 2016, sejalan dengan konsumsi yang tumbuh
moderat, laju inflasi yang masih di bawah target, serta prospek ekonomi dan
keuangan global yang masih berisiko. Suku bunga Fed Fund Rate (FFR)
diperkirakan baru akan meningkat di semester II 2016 dengan besaran kenaikan
yang lebih rendah. Di pasar komoditas, harga minyak dunia diperkirakan masih
rendah, akibat tingginya pasokan di tengah permintaan yang masih lemah.
2. Pertumbuhan ekonomi domestik pada triwulan I 2016
berpotensi terus membaik, terutama didukung oleh akselerasi stimulus fiskal.
Pertumbuhan ekonomi
pada triwulan I 2016 diperkirakan lebih tinggi dari triwulan sebelumnya,
terutama ditopang oleh konsumsi dan investasi pemerintah. Meningkatnya
investasi pemerintah didorong oleh akselerasi belanja modal pemerintah yang
terlihat cepat pada dua bulan pertama tahun 2016, sementara investasi swasta
diperkirakan baru akan meningkat pada periode-periode yang akan datang.
Konsumsi rumah tangga diperkirakan masih cukup kuat, tercermin dari daya beli
yang terjaga, penjualan eceran yang meningkat, dan kepercayaan konsumen yang
cukup baik. Sementara itu, kinerja ekspor diperkirakan masih tertekan, seiring
dengan masih lambatnya pemulihan ekonomi global dan masih menurunnya harga
komoditas. Untuk keseluruhan 2016, pertumbuhan ekonomi diperkirakan masih akan
tumbuh pada kisaran 5,2-5,6% (yoy), lebih tinggi dari pertumbuhan pada tahun
sebelumnya.
3. Neraca perdagangan pada Februari 2016 mencatat peningkatan
surplus, ditopang oleh kenaikan surplus nonmigas.
Neraca perdagangan
Indonesia mencatat surplus sebesar 1,15 miliar dolar AS, lebih tinggi dari
surplus pada bulan sebelumnya. Pencapaian tersebut terutama ditopang oleh
kenaikan surplus neraca nonmigas, yang bersumber terutama dari kenaikan ekspor
perhiasan/permata serta produk-produk dari besi dan baja. Sementara itu, neraca
migas pada Februari 2016 mencatat surplus, setelah pada bulan sebelumnya
mencatat defisit. Surplus neraca perdagangan pada Januari-Februari 2016 ini
masih sejalan dengan prakiraan defisit transaksi berjalan pada triwulan I 2016.
Defisit transaksi berjalan tersebut diperkirakan dapat dibiayai dari surplus
neraca finansial, didukung oleh perkembangan arus masuk investasi portfolio
yang hingga Februari 2016 telah mencapai 2,2 miliar dolar AS. Aliran modal
asing di pasar saham pada bulan Februari sudah tercatat positif, sejalan dengan
prospek ekonomi domestik yang semakin baik. Cadangan devisa pada akhir Februari
2016 tercatat sebesar 104,5 miliar dolar AS atau setara 7,6 bulan impor, atau
7,3 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Angka tersebut
berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.
4. Berlanjutnya aliran masuk modal asing dan menurunnya
permintaan valuta asing untuk keperluan transaksi domestik telah mendorong
penguatan Rupiah.
Pada Februari 2016, secara year to date (ytd), nilai tukar Rupiah menguat sebesar 3,09% ke level Rp 13.372 per dolar AS. Tren apresiasi Rupiah ditopang oleh meningkatnya aliran masuk modal asing, termasuk di pasar saham. Dari sisi domestik, penguatan tersebut didorong oleh persepsi positif investor terhadap prospek perekonomian Indonesia, seiring dengan penurunan BI Rate dan paket kebijakan Pemerintah untuk memperbaiki iklim investasi, serta implementasi proyek infrastruktur yang semakin efektif. Menurunnya nominal transaksi valuta asing antar penduduk pasca berlakunya PBI Kewajiban Penggunaan Rupiah, dari sebelumnya rata-rata 7,3 miliar dolar AS per bulan menjadi kurang dari 3 miliar dolar AS per bulan pada Januari 2016, juga turut mendukung penguatan Rupiah. Dari sisi eksternal, penguatan Rupiah ditopang oleh semakin meredanya risiko di pasar keuangan global, sejalan dengan pelonggaran kebijakan moneter di beberapa negara maju. Ke depan, Bank Indonesia akan tetap menjaga stabilitas nilai tukar sesuai dengan nilai fundamentalnya.
Pada Februari 2016, secara year to date (ytd), nilai tukar Rupiah menguat sebesar 3,09% ke level Rp 13.372 per dolar AS. Tren apresiasi Rupiah ditopang oleh meningkatnya aliran masuk modal asing, termasuk di pasar saham. Dari sisi domestik, penguatan tersebut didorong oleh persepsi positif investor terhadap prospek perekonomian Indonesia, seiring dengan penurunan BI Rate dan paket kebijakan Pemerintah untuk memperbaiki iklim investasi, serta implementasi proyek infrastruktur yang semakin efektif. Menurunnya nominal transaksi valuta asing antar penduduk pasca berlakunya PBI Kewajiban Penggunaan Rupiah, dari sebelumnya rata-rata 7,3 miliar dolar AS per bulan menjadi kurang dari 3 miliar dolar AS per bulan pada Januari 2016, juga turut mendukung penguatan Rupiah. Dari sisi eksternal, penguatan Rupiah ditopang oleh semakin meredanya risiko di pasar keuangan global, sejalan dengan pelonggaran kebijakan moneter di beberapa negara maju. Ke depan, Bank Indonesia akan tetap menjaga stabilitas nilai tukar sesuai dengan nilai fundamentalnya.
5. Inflasi Februari 2016 semakin terkendali dan mendukung
prospek pencapaian sasaran inflasi 2016 yakni 4,0±1%.
Indeks Harga Konsumen
(IHK) pada Februari 2016 mencatat deflasi sebesar 0,09% (mtm), terutama
disumbang oleh deflasi komponen barang yang diatur Pemerintah (administered
prices) dan komponen bahan makanan bergejolak (volatile foods). Deflasi
administered prices terutama disumbang oleh penurunan harga bahan bakar rumah
tangga, penurunan tarif listrik, serta penurunan tarif angkutan udara.
Sementara itu, deflasi kelompok volatile foods terutama bersumber dari
penurunan harga sebagian besar komoditas pangan, kecuali harga beras yang
meningkat sebagai dampak dari El Nino. Inflasi inti masih tergolong rendah dan
tercatat sebesar 0,31% (mtm) atau 3,59% (yoy). Rendahnya inflasi inti tersebut
didorong oleh terjaganya ekspektasi inflasi dan masih terbatasnya permintaan
domestik. Ke depan, tren penurunan harga minyak dunia diharapkan dapat
mendorong penurunan tekanan inflasi. Bank Indonesia meyakini bahwa inflasi akan
berada di dalam kisaran sasaran inflasi 4,0 ± 1% pada 2016. Koordinasi
kebijakan Pemerintah dan Bank Indonesia dalam mengendalikan inflasi akan terus
diperkuat, untuk mengantisipasi kemungkinan tekanan inflasi kelompok volatile
foods.
6. Stabilitas sistem keuangan tetap terjaga, ditopang oleh
ketahanan sistem perbankan dan kinerja pasar keuangan yang cukup kuat.
Pada Januari 2016,
rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) tercatat sebesar 21,5%,
sementara rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) berada di kisaran
2,7% (gross) atau 1,4% (net). Meskipun pelemahan ekonomi global dan domestik
mengakibatkan kinerja korporasi di beberapa subsektor manufaktur dan sektor
infrastruktur menurun, dampak penurunan kinerja korporasi tersebut pada
ketahanan sistem perbankan relatif terbatas. Dari sisi fungsi intermediasi,
pertumbuhan kredit tercatat sebesar 9,6% (yoy), sedikit menurun dari
pertumbuhan bulan sebelumnya sebesar 10,4% (yoy). Sementara itu, pertumbuhan
Dana Pihak Ketiga (DPK) pada Januari 2016 tercatat sebesar 6,8% (yoy), lebih
rendah dari pertumbuhan bulan sebelumnya sebesar 7,3% (yoy). Pelonggaran
kebijakan moneter, baik melalui penurunan BI rate dan GWM, yang mulai berdampak
pada penurunan suku bunga perbankan, diperkirakan akan memperkuat likuiditas
dan mendorong peningkatan pertumbuhan kredit perbankan. Selain itu, untuk
mendukung transmisi penurunan suku bunga kebijakan, struktur suku bunga operasi
moneter (term structure) juga disesuaikan.
Sumber: bi.go.id
Kesimpulan:
Nilai tukar rupiah yang menguat, inflasi yang terkendali dan pertumbuhan ekonomi yang membaik menjadi alasan utama dari penurunan BI rate di bulan Maret 2016. Penurunan BI rate akan berdampak positif bagi saham-saham di sektor yang berkaitan erat dengan suku bunga seperti properti dan perbankan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar